Kesenian Kuda Lumping yang Terus Bersemi di Tengah Modernisasi
MALANGSATU – Di tengah gemerlap modernisasi dan arus teknologi, seni tradisional Jaranan atau Kuda Lumping tetap tegar mengukuhkan keberadaannya di Malang, Jawa Timur. Seni yang khas dengan pertunjukan menarik ini tidak hanya menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya lokal, tetapi juga menjadi warisan berharga yang harus dijaga keberlanjutannya.
Kesenian ini, yang telah ada sejak berabad-abad lalu, memperlihatkan kekuatan dan keberanian, serta mencerminkan kepercayaan dan kebudayaan masyarakat setempat. Namun, tantangan pelestarian tidaklah ringan, dihadapi oleh urbanisasi, modernisasi, dan perubahan gaya hidup yang dapat mengancam kelangsungan seni budaya ini.
Dalam upaya melestarikan warisan budaya ini, pemerintah lokal, komunitas seni, dan tokoh masyarakat bekerja sama secara intensif. Mereka tidak hanya mempertahankan atraksi visual yang mengagumkan ini, tetapi juga berupaya agar pengetahuan dan keterampilan terkait dapat diwariskan kepada generasi mendatang.
Lulus Endrawan, seorang seniman yang telah lama mengabdikan diri pada seni Jaranan, menegaskan semangatnya untuk mempertahankan budaya ini. “Kuda lumping ini budaya kita. Budaya yang tak pernah punah. Mulai dari saya dan ayah saya belum lahir. Ini kuda lumping (jaranan) sudah ada sejak zaman kerajaan,” ungkap Lulus dengan penuh semangat.
Menurut Lulus, sejarah Jaranan sejak zaman penjajahan Belanda digunakan untuk menghibur masyarakat, bahkan sering kali diiringi dengan pesta dan kegiatan sosial lainnya. Kehadiran seni ini tidak hanya sebagai hiburan semata, tetapi juga sebagai penanda kuat identitas budaya Jawa Timur yang kaya akan tradisi dan keberanian.
Dengan adanya upaya pelestarian yang gigih ini, diharapkan Jaranan Malang tetap dapat bersinar sebagai bagian integral dari kekayaan budaya yang tak ternilai harganya, mendorong inspirasi bagi komunitas lain di Indonesia dan di seluruh dunia untuk melestarikan kebudayaan mereka sendiri dengan penuh cinta dan dedikasi.
Pewarta : Bayu Mahardika
Editor : Yoza Arif